Senin, 07 September 2015

Sejarah Jawa Barat

Nah loh?! Udah beberapa postingan yang kita post tentang Jawa Barat, dan ternyata satu hal yang penting malah belum kita post! Apa coba? Nah iya! SEJARAHNYA! Masa dari tadi kita udah bahas ini itu tentang provinsi beribu kotakan Bandung ini, tapi belum bahas sejarahnya?

Yaudah deh daripada kelamaan, mending kita langsung caw bahas sejarahnya Jawa Barat. Check this out!!!

Sejarah Jawa Barat

Temuan arkeologi di Anyer membuktikan adanya budaya logam perunggu dan besi sejak sebelum milenium pertama. Gerabah tanah liat prasejarah zaman buni bisa ditemukan merentang dari Anyer-Cirebon. Pada abad ke-5 jawa barat merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Di jawa barat banyak prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam aksara Wengi (aksara yang digunakan pada masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang sebagian besar menceritakan para raja Tarumanagara.

Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh, Kerjaan Sunda meneruskan kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon-Kali Serayu. Salah satu prasasti peninggalan dari zaman Kerajaan Sunda yaitu prasasti Kebon Kopi II pada tahun 932. Kerajaan Sunda beribukota di Bogor.

Pada abad ke-16, Kesultanan Demak muncul sebagai saingan ekonomi dan politik Kerajaan Sunda. Kota cirebon (Pelabuhan Cerbon) memisahkan diri dari Kerajaan Sunda karena pengaruh Kesultanan Demak. Kemudian, pelabuhan ini menjadi Kesultanan Cirebon yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan Banten jatuh ke tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian menjadi Kesultanan Banten.

Untuk menghadapi ancaman ini, Sri Baduga Maharaja (Raja sunda saat itu) meminta putranya, Surawisesa untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan pihak Portugis di Malaka untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu Sunda Kalapa (Jakarta) kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak.

Pada saat Surawisesa menjadi raja Sunda, dengan gelar Prabu Surawisesa Jayaperkasa, dibuatlah perjanjian pertahanan keamanan Sunda-Portugis, yang ditandai dengan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal, ditandatangani dalam tahun 1512. Sebagai imbalannya, Portugis diberi akses untuk membangun benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta akses untuk perdagangan di sana. Untuk merealisasikan perjanjian pertahanan keamanan tersebut, pada tahun 1522 didirikan suatu monumen batu yang disebut padrĂ£o di tepi Ci Liwung.

Meskipun perjanjian dengan Portugis telah dibuat, pelaksanaannya tidak terwujud karena pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon - Demak, dibawah pimpinan Fatahilah atau Paletehan menyerang dan menaklukkan pelabuhan Sunda Kalapa. Perang antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon - Demak berlangsung lima tahun akhirnya pada tahun 1531 dibuat suatu perjanjian damai antara Prabu Surawisesa dengan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.

Dari tahun 1567 sampai 1579 pimpinan Raja Mulya (Prabu Surya Kencana) Kerajaan Sunda mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan Banten. Setelah tahun 1576, kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan Pajajaran (Bogor), dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Zaman pemerintahan Kesultanan Banten, wilayah Priangan (bagian tenggara) jatuh ke tangan Kesultanan Mataram.

Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan tahun 1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi Hindia Belanda atas satuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun 1925, digunakan istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan, sebagai istilah geografi untuk menyebut bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan bahasa Sunda (Bahasa ibu).

1 Januari 1926 merupakan awal adanya pemerintahan di Jawa Barat pada masa kolonial Belanda. Yang pertama kali memperjuangkan pembentukan sistem pemerintahan Jawa Barat ke pemerintah Kolonial Belanda adalah para tokoh perjuangan yang ada seperti Oto Iskandar di Nata, Husni Thamrin, Tjokroaminoto dan tokoh lainnya. Usulan itu diterima pemerintah kolonial Belanda, ada sekitar 45 orang pribumi, 20 diantaranya tokoh Sunda yang terlibat dalam pemerintahan provinsi Jawa Barat kala itu.
Pada 17 Agustus 1945, Jawa Barat bergabung menjadi bagian dari RI.

Pada 27 Desember 1949 Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar (KMB): Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Dalam kesepakatan ini dihadiri juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.
Pada tahun 1950 Jawa barat kembali bergabung dengan RI.

Peristiwa penting di Tatar Pasundan  

Pada tahun 1579 Kerajaan Pakuan Pajajaran menyatukan seluruh keturunan trah Parahyangan dari Kerajaan Sunda dan Galuh. Para mahapatih yang menjadi Kandaga Lante mempercayakan transformasi kekuasaan kepada sesama keturunan Siliwangi yaitu Ratu Pucuk Umun, dan Raja Sumedang Larang yaitu anaknya bernama Prabu Geusan Ulun.
Pada tahun 1620 Pangeran Suriadiwangsa (anak tiri Prabu Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya) yang dinikahinya ketika ia mengandung Suriadiwangsa dari Panembahan Ratu dengan talak berupa penyerahan Sindangkasih (sebagian wilayah Majalengka) akhirnya menyerahkan Kerajaan Sumedang Larang kepada Sultan Agung Mataram hingga kerajaan pewaris terakhir Siliwangi ini pun menjadi wilayah bawahan. Pangeran Aria Suriadiwangsa alias Kusumadinata IV alias Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan.

Pada tahun 1815 nama Priangan resmi menjadi nama keresidenan,sewaktu Pulau Jawa dikuasai oleh Pemerintahan Interregnum Inggris dibawah pimpinan Thomas Stamford Raffles (1811 – 1816). Pada periode ini Keresidenan Priangan terbagi 5 kabupaten: Cianjur, Bandung, Sumedang, Sukapura, dan Parakanmuncang.

Pada tahun 1825 penjajah Belanda mengakui kedaulatan Tatar Pasundan, meliputi wilayah : mulai dari Sungai Cipamali, Brebes, Jawa Tengah, Cirebon, Priangan (Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang, Garut), Betawi (Jakarta), hingga Banten, yang sekarang telah menjadi provinsi sendiri.

Pada tanggal 1 Januari 1926 awal adanya sistem pemerintahan di Jawa Barat pada masa kolonial Belanda. Yang pertama kali memperjuangkan pembentukan sistem pemerintahan di Jawa Barat ke pemerintah Kolonial Belanda adalah para tokoh perjuangan yang ada seperti Oto Iskandar di Nata, Husni Thamrin, Tjokroaminoto dan tokoh lainnya. Usulan itu diterima pemerintah kolonial Belanda, ada sekitar 45 orang pribumi,dan 20 diantaranya tokoh Sunda yang terlibat dalam pemerintahan provinsi Jawa Barat pada saat itu. Penyebutan Tatar Sunda dirubah menjadi Province West Java oleh Belanda, dan mendapat usulan dari Paguyuban Pasundan agar diganti menjadi Provinsi Pasundan sehingga ketetapan tentang pembentukan provinsi ini berbunyi: “…West Java, in inheemsche talen aan te duiden als Pasoendan, ….” (Jawa Barat, dalam bahasa pribumi [bahasa Sunda] menunjuk sebagai Pasundan,....). Pada dasarnya, dari paska kemerdekaan sampai reformasi nama Provinsi Pasundan tidak diakui oleh pemerintahan republik.

Pada tanggal 24 April 1948 - 24 Maret 1950. Wilayah Jawa Barat pernah menjadi bagian Negara Pasundan, zaman negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibuat Belanda untuk memecah konsentrasi persatuan para Bumiputera/i. Negara Pasundan versi Wiranatakusumah mempertahankan wilayah Pasundan dengan kaum pro-Republiken dari Negara Pasundan versi Soeria Kartalegawa. Saat itu, negara Pasundan adalah wilayah yang kuat, tidak ekspansif dan terbuka terhadap budaya lain. 24 Maret 1950 kembali bergabung dengan Sukarno dan Kaum Republiken memperkuat Indonesia.

Pada tanggal 29 Oktober 2009 sejumlah tokoh dan sesepuh Jawa Barat dijadwalkan berkumpul di Wisma Karya, Kabupaten Subang, pada Kamis (29/10/2009), guna menggelar Deklarasi Provinsi Pasundan untuk menggantikan sebutan Jawa Barat. Dengan tema Panceg Dina Galur Ngajaga Sarakan, mereka yang diundang adalah Dede Yusuf, Iwan Sulandjana, Dadang Garnida, Solihin G.P., Acil Bimbo, Masyarakat Badui, Nagara Banceuy, Ki Sunda Sabudeur Subang, rancakalong, Cigugur Kuningan, Panghayat Kapercayaan Cibedug Lembang, Pinisepuh Bandung, Pimpinan Pesantren di Jabar, dan lainnya. Di tahun yang sama, ratusan warga etnis Sunda yang menamakan diri Pangauban Ki Sunda Jawa Barat, mengumumkan Provinsi Pasundan sebagai pengganti Provinsi Jawa Barat.

Pada tanggal 30 Agustus 2013 wacana pergantian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan harus mengacu pada sejarah Tatar Sunda, sebutan lain provinsi tersebut, di samping kajian dan analisa para tokoh. Tokoh Sunda Tjetje Hidayat Padmadinata dan Guru Besar Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Didi Turmudzi,menyatakan tidak mempermasalahkan jika ada usulan pergantian nama Provinsi Jawa Barat dan warga ke-Sundaan sudah berdiri lebih dari 100 tahun, dan untuk wacana pergantin nama Provinsi Jabar, tidak perlu dibahas terlalu cepat.

Pada tanggal 5 Agustus 2015 Tim Pengkaji Perubahan Nama Jawa Barat seperti Adjie Esa Putra, Asep Saeful, Rully Indrawan, Dani Wisnu, Hendy, Dyna Ahmad, dan Memet Hamdan menemui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi. Mereka ingin menyampaikan alasan untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan (Tatar Sunda) karena nama Jawa Barat tidak tepat lagi digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar