Yaudah deh daripada kelamaan, mending kita langsung caw bahas sejarahnya Jawa Barat. Check this out!!!
Sejarah Jawa Barat
Temuan arkeologi di Anyer membuktikan adanya budaya logam perunggu
dan besi sejak sebelum milenium pertama. Gerabah tanah liat prasejarah zaman
buni bisa ditemukan merentang dari Anyer-Cirebon. Pada abad ke-5 jawa barat
merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Di jawa barat banyak prasasti
peninggalan Kerajaan Tarumanagara. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam aksara
Wengi (aksara yang digunakan pada masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang
sebagian besar menceritakan para raja Tarumanagara.
Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh, Kerjaan Sunda meneruskan
kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon-Kali Serayu. Salah satu
prasasti peninggalan dari zaman Kerajaan Sunda yaitu prasasti Kebon Kopi II
pada tahun 932. Kerajaan Sunda beribukota di Bogor.
Pada abad ke-16, Kesultanan Demak muncul sebagai saingan ekonomi
dan politik Kerajaan Sunda. Kota cirebon (Pelabuhan Cerbon) memisahkan diri
dari Kerajaan Sunda karena pengaruh Kesultanan Demak. Kemudian, pelabuhan ini
menjadi Kesultanan Cirebon yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan
Banten jatuh ke tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian menjadi Kesultanan
Banten.
Untuk menghadapi ancaman ini, Sri Baduga Maharaja (Raja sunda saat
itu) meminta putranya, Surawisesa untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan
dengan pihak Portugis di Malaka untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu
Sunda Kalapa (Jakarta) kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak.
Pada saat Surawisesa menjadi raja Sunda, dengan gelar Prabu
Surawisesa Jayaperkasa, dibuatlah perjanjian pertahanan keamanan
Sunda-Portugis, yang ditandai dengan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal,
ditandatangani dalam tahun 1512. Sebagai imbalannya, Portugis diberi akses
untuk membangun benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta akses untuk
perdagangan di sana. Untuk merealisasikan perjanjian pertahanan keamanan
tersebut, pada tahun 1522 didirikan suatu monumen batu yang disebut padrĂ£o di
tepi Ci Liwung.
Meskipun perjanjian dengan Portugis telah dibuat, pelaksanaannya
tidak terwujud karena pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon - Demak, dibawah
pimpinan Fatahilah atau Paletehan menyerang dan menaklukkan pelabuhan Sunda
Kalapa. Perang antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon - Demak berlangsung
lima tahun akhirnya pada tahun 1531 dibuat suatu perjanjian damai antara Prabu
Surawisesa dengan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.
Dari tahun 1567 sampai 1579 pimpinan Raja Mulya (Prabu Surya
Kencana) Kerajaan Sunda mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan
Banten. Setelah tahun 1576, kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan
Pajajaran (Bogor), dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Zaman
pemerintahan Kesultanan Banten, wilayah Priangan (bagian tenggara) jatuh ke
tangan Kesultanan Mataram.
Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan tahun
1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat.
Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922,
yang membagi Hindia Belanda atas satuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun
1925, digunakan istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan, sebagai
istilah geografi untuk menyebut bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai
Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan
bahasa Sunda (Bahasa ibu).
1 Januari 1926 merupakan awal adanya pemerintahan di Jawa Barat
pada masa kolonial Belanda. Yang pertama kali memperjuangkan pembentukan sistem
pemerintahan Jawa Barat ke pemerintah Kolonial Belanda adalah para tokoh
perjuangan yang ada seperti Oto Iskandar di Nata, Husni Thamrin, Tjokroaminoto
dan tokoh lainnya. Usulan itu diterima pemerintah kolonial Belanda, ada sekitar
45 orang pribumi, 20 diantaranya tokoh Sunda yang terlibat dalam pemerintahan
provinsi Jawa Barat kala itu.
Pada 17 Agustus 1945, Jawa Barat bergabung menjadi bagian dari RI.
Pada 27 Desember 1949 Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang
merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS)
sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar (KMB):
Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Dalam
kesepakatan ini dihadiri juga oleh United Nations Commission for Indonesia
(UNCI) sebagai perwakilan PBB.
Pada tahun 1950 Jawa barat kembali bergabung dengan RI.
Peristiwa penting di Tatar Pasundan
Pada tahun 1579 Kerajaan Pakuan Pajajaran menyatukan seluruh
keturunan trah Parahyangan dari Kerajaan Sunda dan Galuh. Para mahapatih yang
menjadi Kandaga Lante mempercayakan transformasi kekuasaan kepada sesama
keturunan Siliwangi yaitu Ratu Pucuk Umun, dan Raja Sumedang Larang yaitu
anaknya bernama Prabu Geusan Ulun.
Pada tahun 1620 Pangeran Suriadiwangsa (anak tiri Prabu Geusan
Ulun dari Ratu Harisbaya) yang dinikahinya ketika ia mengandung Suriadiwangsa
dari Panembahan Ratu dengan talak berupa penyerahan Sindangkasih (sebagian
wilayah Majalengka) akhirnya menyerahkan Kerajaan Sumedang Larang kepada Sultan
Agung Mataram hingga kerajaan pewaris terakhir Siliwangi ini pun menjadi
wilayah bawahan. Pangeran Aria Suriadiwangsa alias Kusumadinata IV alias Rangga
Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan.
Pada tahun 1815 nama Priangan resmi menjadi nama
keresidenan,sewaktu Pulau Jawa dikuasai oleh Pemerintahan Interregnum Inggris
dibawah pimpinan Thomas Stamford Raffles (1811 – 1816). Pada periode ini
Keresidenan Priangan terbagi 5 kabupaten: Cianjur, Bandung, Sumedang, Sukapura,
dan Parakanmuncang.
Pada tahun 1825 penjajah Belanda mengakui kedaulatan Tatar
Pasundan, meliputi wilayah : mulai dari Sungai Cipamali, Brebes, Jawa Tengah,
Cirebon, Priangan (Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang, Garut), Betawi (Jakarta),
hingga Banten, yang sekarang telah menjadi provinsi sendiri.
Pada tanggal 1 Januari 1926 awal adanya sistem pemerintahan di
Jawa Barat pada masa kolonial Belanda. Yang pertama kali memperjuangkan
pembentukan sistem pemerintahan di Jawa Barat ke pemerintah Kolonial Belanda
adalah para tokoh perjuangan yang ada seperti Oto Iskandar di Nata, Husni
Thamrin, Tjokroaminoto dan tokoh lainnya. Usulan itu diterima pemerintah
kolonial Belanda, ada sekitar 45 orang pribumi,dan 20 diantaranya tokoh Sunda
yang terlibat dalam pemerintahan provinsi Jawa Barat pada saat itu. Penyebutan
Tatar Sunda dirubah menjadi Province West Java oleh Belanda, dan mendapat
usulan dari Paguyuban Pasundan agar diganti menjadi Provinsi Pasundan sehingga
ketetapan tentang pembentukan provinsi ini berbunyi: “…West Java, in inheemsche
talen aan te duiden als Pasoendan, ….” (Jawa Barat, dalam bahasa pribumi
[bahasa Sunda] menunjuk sebagai Pasundan,....). Pada dasarnya, dari paska
kemerdekaan sampai reformasi nama Provinsi Pasundan tidak diakui oleh
pemerintahan republik.
Pada tanggal 24 April 1948 - 24 Maret 1950. Wilayah Jawa Barat
pernah menjadi bagian Negara Pasundan, zaman negara bagian Republik Indonesia
Serikat (RIS) yang dibuat Belanda untuk memecah konsentrasi persatuan para
Bumiputera/i. Negara Pasundan versi Wiranatakusumah mempertahankan wilayah
Pasundan dengan kaum pro-Republiken dari Negara Pasundan versi Soeria
Kartalegawa. Saat itu, negara Pasundan adalah wilayah yang kuat, tidak
ekspansif dan terbuka terhadap budaya lain. 24 Maret 1950 kembali bergabung
dengan Sukarno dan Kaum Republiken memperkuat Indonesia.
Pada tanggal 29 Oktober 2009 sejumlah tokoh dan sesepuh Jawa Barat
dijadwalkan berkumpul di Wisma Karya, Kabupaten Subang, pada Kamis
(29/10/2009), guna menggelar Deklarasi Provinsi Pasundan untuk menggantikan
sebutan Jawa Barat. Dengan tema Panceg Dina Galur Ngajaga Sarakan, mereka yang
diundang adalah Dede Yusuf, Iwan Sulandjana, Dadang Garnida, Solihin G.P., Acil
Bimbo, Masyarakat Badui, Nagara Banceuy, Ki Sunda Sabudeur Subang, rancakalong,
Cigugur Kuningan, Panghayat Kapercayaan Cibedug Lembang, Pinisepuh Bandung,
Pimpinan Pesantren di Jabar, dan lainnya. Di tahun yang sama, ratusan warga
etnis Sunda yang menamakan diri Pangauban Ki Sunda Jawa Barat, mengumumkan
Provinsi Pasundan sebagai pengganti Provinsi Jawa Barat.
Pada tanggal 30 Agustus 2013 wacana pergantian nama Provinsi Jawa
Barat menjadi Provinsi Pasundan harus mengacu pada sejarah Tatar Sunda, sebutan
lain provinsi tersebut, di samping kajian dan analisa para tokoh. Tokoh Sunda
Tjetje Hidayat Padmadinata dan Guru Besar Universitas Pasundan (Unpas) Bandung,
Didi Turmudzi,menyatakan tidak mempermasalahkan jika ada usulan pergantian nama
Provinsi Jawa Barat dan warga ke-Sundaan sudah berdiri lebih dari 100 tahun,
dan untuk wacana pergantin nama Provinsi Jabar, tidak perlu dibahas terlalu cepat.
Pada tanggal 5 Agustus 2015 Tim Pengkaji Perubahan Nama Jawa Barat
seperti Adjie Esa Putra, Asep Saeful, Rully Indrawan, Dani Wisnu, Hendy, Dyna
Ahmad, dan Memet Hamdan menemui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi. Mereka ingin menyampaikan
alasan untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan (Tatar
Sunda) karena nama Jawa Barat tidak tepat lagi digunakan.